Wednesday, June 8, 2022

Babi Berjanggut Kalimantan, Penjelajah dan Pelindung Hutan Kalimantan


Kalimantan—pulau terbesar keempat di dunia, rumah bagi lebih dari 20 juta orang—selalu membangkitkan daya tarik para penjelajah. Pulau ini memiliki hutan hujan tropis, saluran air dan gunung yang menjulang, dan suku asli pulau tersebut memiliki hubungan yang mendalam dengan hutan.

Lanskap rapuh

Pulau seluas 743.330 kilometer persegi tersebut memiliki kawasan hutan terbesar di Asia. Pembalakan secara intensif, penambangan terbuka, serta pertumbuhan industri pertanian, khususnya kelapa sawit, dan pembukaan lahan gambut mengancam kelestarian hutan Kalimantan.

Borneo adalah salah satu daerah dengan tingkat deforestasi paling ganas di dunia. Pada awal 1970-an, luas hutannya sekitar 56 juta hektare. Dalam 45 tahun, 20 juta hektare telah ditebang.

Perpindahan penduduk miskin dari pulau-pulau Madura, Jawa, dan Bali yang padat penduduk turut menyumbang penebangan hutan ini. Terbiasa dengan pertanian intensif, para penduduk yang berasal dari pulau-pulau tersebut membuka hutan untuk bercocok tanam. Kadang-kadang terjadi konflik antara kelompok pendatang dengan suku asli, yang dapat berubah menjadi konflik berdarah.

Selain itu kebakaran hutan besar yang dipicu kekeringan yang disebabkan oleh fenomena El Nino, semakin menghancurkan hutan.

Orang utan, macan tutul, dan babi berjanggut

Borneo kaya akan keanekaragaman hayati. Pulau ini rumah bagi banyak spesies unik. Tanaman uniknya termasuk Nepenthes pemakan daging serta Rafflesia arnoldii, bunga terbesar di dunia yang mengeluarkan bau daging busuk. Hewan-hewan seperti orang utan, gajah kerdil Kalimantan, macan tutul, monyet berhidung panjang dan tupai tanah juga hidup di pulau tersebut.

Salah satu spesies yang jarang disebutkan adalah babi berjanggut, Sus barbatus. Babi berjanggut adalah hewan yang paling simbolis untuk pulau tersebut.

Babi hutan ini dinamai babi berjanggut karena ia memiliki bulu yang melengkung ke atas dan ke depan, menutupi pipinya dan rahang bawahnya. Ada dua subspesies: S. barbatus oi hanya ada di Sumatra, dan S. barbatus barbatus hidup di Semenanjung Malaya dan Kalimantan.

Babi berjanggut adalah penjelajah yang tidak kenal lelah. Ia menjelajah sendirian dan dalam kelompok besar. Ia sering melakukan perjalanan ratusan kilometer untuk mencari makanan yang disukainya. Karenanya, babi berjanggut memainkan peran penting sebagai tukang kebun hutan Kalimantan.

Tukang kebun Dipterocarpaceae yang tak kenal lelah
Untuk memahami fungsi babi hutan ini, kita perlu membicarakan sedikit soal keunikan hutan Borneo. Hutan Kalimantan didominasi oleh sebuah keluarga pohon, yaitu Dipterocarpaceae. Pohon ini tidak pernah meranggas, sebagian besar hidup di hutan dataran rendah, dan dapat dikenali dari mahkota pohon dewasa yang tidak saling bersentuhan.

Sebagian besar spesies kayu yang dikembangkan untuk hutan industri berasal dari keluarga Dipterocarpacaeae. Kondisi ini meningkatkan sensitivitas hutan Kalimantan terhadap penebangan yang tidak berkelanjutan.

Pada interval 2-15 tahun yang terjadi secara tidak teratur, ada fenomena unik di pulau Kalimantan: semua spesies Dipterocarpaceae—serta beberapa spesies Fagaceae yang menghasilkan biji-bijian kaya protein—berbuah sekaligus dalam waktu yang singkat. Tidak melebihi beberapa minggu.

Kadang-kadang hingga 90% pohon sejenis di satu bagian hutan akan berbuah pada saat yang bersamaan. Dari sudut pandang biologi evolusioner, fenomena yang terpusat di satu ruang dan waktu yang disebut mast fruiting ini, bertujuan untuk mengalahkan calon predator, strategi yang dikenal sebagai “predator satiation”.

Karena fenomena itu terjadi dalam waktu yang tidak teratur di dalam mosaik hutan, hewan-hewan yang mencari buah-buahan bergizi ini—yaitu utamanya babi berjanggut—harus berpindah dari satu zona berbuah ke zona yang berikutnya. Dengan melakukan itu, mereka melakukan fungsi penting untuk pohon-pohon dipterocarp, menyebarkan biji-bijinya dalam jarak yang sangat jauh.

Pejalan kaki yang tak kenal lelah, babi berjanggut juga membentuk ulang permukaan tanah dan mempercepat penguraian materi organik. Babi berjanggut menjelajah dan membersihkan semak belukar, meningkatkan akses akar pohon ke nutrisi tanah.

Mediator dengan dunia roh

Babi berjanggut telah berevolusi untuk beradaptasi dengan pembuahan diterocarp yang sulit diprediksi.

Mereka adalah pemakan tumbuhan dan daging (omnivora) dan dapat hidup dari sumber makanan alternatif ketika pohon dipterocarp tidak menghasilkan buah, periode yang dapat berlangsung beberapa tahun.

Ketika makanan berlimpah tersedia, metabolisme babi hutan yang efisien memungkinkan mereka untuk menyimpan lemak yang akan membantunya bertahan hidup selama masa paceklik.

Sifat fisiknya juga memperkuat kemampuannya untuk bertahan hidup: mereka sangat subur, berkembang biak dalam usia muda, dan dapat hidup dalam kelompok kecil atau besar. Kakinya yang panjang cocok untuk migrasi ekstensif dalam hutan yang lebat. Mereka juga mahir berenang. Semua ini memaksimalkan akses mereka terhadap sumber daya.

Babi berjanggut juga merupakan binatang buruan favorit masyarakat Kalimantan. Babi berjanggut mewakili 97% dari daging satwa liar yang dikonsumsi oleh para pemburu-pengumpul dari suku Punan.


Perburuan babi hutan, suatu praktik yang diyakini berusia lebih dari 35.000 tahun, menunjukkan posisi menonjol babi berjanggut dalam budaya penduduk Kalimantan. Mereka meyakini babi berjanggut sebagai penghubung antara manusia dan roh yang mengatur akses ke sumber daya hutan.

Penurunan jumlah babi hutan atau penemuan babi yang mati di dalam hutan adalah pertanda buruk bagi suku Punan. Mereka menginterpretasikan ini sebagai ekspresi murka kekuatan supernatural terhadap mereka, pertanda bahwa mereka perlu memulihkan harmoni dengan alam melalui perilaku hemat dan intervensi dukun.

Melalui interaksinya dengan satwa liar hutan lainnya—burung, kera, rusa menggonggong—babi hutan berjanggut mengungkapkan hubungan yang dimiliki masyarakat Kalimantan dengan hutan mereka. Masyarakat Kalimantan meyakini bahwa hidup bersama dengan semua makhluk hidup dan penggunaan sumber daya alam dengan tidak berlebihan. Bagi suku asli Kalimantan, mamalia ini lebih dari sekadar binatang buruan.

Kunci ekologi dan budaya

Babi berjanggut dapat hidup di lingkungan yang paling terdegradasi berkat kemampuan adaptasinya dengan menjadi pemakan segala, dan menjauhkannya dari ambang kepunahan. Meski demikian babi berjanggut tetap masuk Daftar Merah IUCN. Ini mengindikasikan degradasi hutan Kalimantan sudah parah.

Masyarakat Kalimantan yang secara tradisional memburu babi hutan berada di garis depan dalam mendeteksi perubahan pada perilaku binatang yang penuh karisma ini. Mereka bahkan lebih efisien daripada ahli ekologi yang paling terkemuka. Mereka adalah penjaga lingkungan mereka dan dapat menjadi mitra berharga bagi komunitas ilmiah internasional dalam memantau dan memahami berbagai penggerak perubahan, termasuk perubahan iklim, yang mempengaruhi hutan mereka.

Babi berjanggut adalah mamalia yang aneh tapi memegang peran kunci ekologi dan budaya. Mereka saksi bahwa pelestarian hutan yang berkelanjutan perlu mengikutsertakan kearifan lokal dan visi masyarakat adat tentang dunia

No comments:

Post a Comment