Dalam peristiwa banjir besar di zaman Nabi Nuh, diceritakan bahwa Nuh, keluarganya, dan para hewan, mengunci diri di dalam bahtera dan menanti badai yang dijanjikan datang.
Mereka tak menunggu lama, setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi. Hujan lebat meliputi bumi 40 hari dan 40 malam, airnya naik setinggi 15 hasta, sekitar 6,6 meter. Air itu terus meninggi hingga menutupi seluruh daratan, bahkan gunung-gunung tertinggi. Selama 150 hari, bahtera itu mengarungi air.
Banjir besar zaman Nabi Nuh, berdasarkan temuan-temuan geologi, diperkirakan terjadi sekitar tahun 11.000 SM atau 13.000 tahun yang lalu. Bencana banjir zaman Nuh juga melanda Nusantara. Hal ini bisa kita buktikan, dengan ditemukannya ikan spesifik bernama ikan belido, di dua pulau yang berbeda, yakni Sumatera (Sungai Musi) dan Kalimantan (Sungai Kapuas).
Diperkirakan, Pulau Sumatera dan Kalimantan dulunya menyatu, dan sungai Musi serta sungai Kapuas merupakan anak sungai dari sebuah sungai yang saat ini berada di dasar laut Selat Malaka.
Berdasarkan ilmu geografi, Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Malaka, dipisahkan oleh laut yang dangkal. Diperkirakan, sebelum terjadi bencana banjir zaman Nuh, pulau-pulau itu berada dalam satu daratan, yang disebut Keping Sunda (Sunda Plat).
Beberapa ilmuwan, di antaranya Profesor Aryso Santos dari Brasil, menduga Keping Sunda dahulunya merupakan benua Atlantis, seperti disebut-sebut Plato dalam bukunya, Timeus dan Critias.
No comments:
Post a Comment