Sebuah penelitian terbaru di jurnal Evolutionary Biology mengungkapkan bahwa Tyrannosaurus rex (T. rex) sebenarnya adalah salah satu dari tiga spesies yang terpisah. Makalah yang terbit Selasa (01/03/2022) lalu ini menjadi pembahasan kalangan ilmuwan terkait klasifikasi dinosaurus purba yang sangat ikonik ini.
"Makalah ini kemungkinan akan mengguncang komunitas pecinta masa purba dan masyarakat yang sudah terbiasa dengan T. rex tua," ujar Greogy Paul, penulis utama makalah terebut dan seorang paleontolog independen.
Tyrannosaurus adalah genus dalam klasifikasi ilmiah pada hewan, sedangkan T. rex adalah spesies yang berada di dalam genus ini. Sementara ini banyak orang yang memahami bahwa hanya ada satu spesies tyrannosaurus, hanya T. rex yang taksonomi namanya stabil sejak ditemukan 1902.
Dalam makalah itu, Paul dan dua penulis lainnya berpendapat, bahwa T. rex yang selama ini kita kenal semestinya dipecah jadi tiga spesies terpisah. Mereka menyebut dua spesies lainnya yang mereka namai Tyrannosaurus imperator dan Tyrannosaurus regina.
Melansir New York Times, Paul mengatakan T. rex berasal dari beberapa dekade tanpa revisi taksonomi utama. Begitu pengumpulan fosil dinosaurus berkembang pesar pada 1990-an, banyak kerangka T. rex yang diangkut ke museum dan menunjukkan jumlah variasi individu yang luar biasa. Dia bersama timnya berpendapat, keragaman ini membuatnya terbagi dalam dua kelompok, antara individu besar yang kuat, dan yang relatif ramping.
Thomas Holtz, paleontolog bidang Tyrannosaurus di University of Maryland berpendapat, bahwa itu hanya bukti perbedaan besar antara betina dan jantan dari spesies itu. Dan apa yang dilakukan Paul dan tim hanyalah menggunakan hipotesis awal yang meyakini tyrannosaurus adalah genus dengan lebih dari satu spesies.
Selain itu, Thomas Carr paleontolog dari Carthage College, Winconsin, AS, sebelumnya terlibat dalam penulisan makalah. Ia mendapati bukti untuk beberapa speises "semakin lemah" untuk dijabarkan sebagai lebih dari satu spesies. Ia menundurkan diri dan menghapus namanya dari tim itu sebelum makalah dipublikasikan.
Carr juga mengatakan, agar kurator museum dengan spesimen tyrannosaurus yang akan terpengaruh oleh klasifikasi ulang ini sebaiknya tidak mengganti nama apapun berdasarkan tulisan makalah.
Namun Holtz tidak sepenuhnya menolak, karena gagasan pembagian tiga spesies juga masuk akal, tetapi membutuhkan dukungan temuan di masa depan.
"Ini adalah hipotesis yang dapat diuji, sebagaimana pernyataan identitas spesies apa pun seharusnya," ujarnya. "Dengan tambahan spesimen baru, kita bisa melihat apakah spesimen yang tidak mereka sertakan atau belum kita temukan konsisten dengan saran ini, atau jika mereka menolaknya."
Penelitian ini bermula dari Paul yang mempertanyakan identitas T. rex pada 2010. Para peneliti mengumpulkan pengukuran anatomi dari 38 spesimen yang ada dan menilainya berdasarkan pasangan ciri anatomi, seperti proporsi relatif tulang paha, ada atau tidaknya dua set gigi depan seperti yang ada di bawah rahang T. rex.
Selain itu, dalam laporan mereka, para peneliti telah membandingkan speismen tyrannosaurus dari seluruh Amerika Utara. Paul dan tim mencatat, ada banyak variasi yang lebih luas secara signifikan dalam proporsi tubuh, yang menunjukkan ada beberapa spesies yang mereka usulkan.
Ada pula Paul dan timnya menemukan beberapa spesimen yang sulit diklasifikasikan. Temuan seperti ini masuk dalam pengelompokan tiga spesies itu, dengan ciri bentuk yang kuat dengan dua set gigi seri di rahang bawahnya, dan bentuk yang kuat dan ramping dengan satu set gigi seri.
Namun analisis bentuk ini dikritik oleh ilmuwan lain, misalnya tubuh ramping pada spesimen mungkin lebih dapat disebut sebagai individu tyrannosaurus remaja atau anak-anak. Ada juga masalah utama Paul dan tim yang dipandang kontroversi oleh ilmuwan lainnya adalah proporsi tulang paha dari ketiga spesies yang tumpang tindih daripada dipisahkan secara jelas secara ilmiah.
Carr juga membandingkan kesimpulannya dengan analisis-analisis besar-besaran T. rex yang pernah dilakukannya di jurnal Paleontology and Evolutionary Science tahun 2020. Dia menjelaskan, tidak menemukan adanya hubungan yang jelas antara data yang dimilikinya, yang melibatkan setiap spesimen tyrannosaurus yang ada, dengan penjelasan Paul dan tim.
"Empat dari spesimen itu punya tengkorak yang sempurna!" ujar Carr di New York Times. "Mereka semestinya bisa membedakan spesies jika mereka punya tengkorak yang sempurna, dan mereka tidak bisa melakukannya."
Gregory Paul sendiri adalah peneliti yang tidak punya gelar formal dalam paleontologi, tetapi memiliki riwayat panjang dalam bidang ilmu ini. Dia telah menulis dan menjadi anggota penulis di lebih dari 30 makalah ilmiah. Sebelumnya, ia mengusulkan genus dan spesies baru juga pada dinosaurus lain seperti Iguanodon, dan pekerjaannya memengaruhi Michael Crichton novelis dan pembuat film Jurassic Park.
Di samping provokatifnya makalah terbaru dari Paul dan tim, ada juga ilmuwan yang lain merasa temuan seperti ini harus jadi tinjauan ulang di masa mendatang. Gagasan seperti ini merupakan cara sains berkembang dan disarankan bagi ilmuwan yang tidak menyukai temuan ini sebaiknya menerbitkan makalah sanggahan.
No comments:
Post a Comment