Ketika menyewa tempat tinggal, apakah Anda pernah mengeluh jika harga sewanya terus meroket? Belum lagi lingkungan yang tidak nyaman, misalnya bising atau kotor. Jika ya, Anda tidak sendiri. Ternyata, orang Romawi kuno pun mengalami masalah yang sama dengan apartemen mereka di masa lalu. Tinggal di apartemen di zaman Romawi kuno, samakah dengan zaman modern?
Dari tempat tinggal yang kumuh hingga masalah sanitasi, hama hingga bau busuk, kehidupan perkotaan Romawi bukanlah hal yang mudah. “Terutama dengan ubin dan sampah yang berjatuhan dari jendela di atas Anda,” tutur Carly Silver di laman Thoughtco.
Tinggal bersama di tempat yang tidak nyaman
Bahkan pada hari-hari awal Romawi, orang-orang tinggal bersama di tempat yang tidak nyaman. Tacitus menulis, “Kumpulan hewan dari segala jenis bercampur menjadi satu, menyusahkan warga dengan bau busuk yang tidak biasa. Para petani berkumpul bersama di apartemen mereka yang berdekatan. Dengan hawa panas dan sesak, kontak dekat itu sendiri menyebarkan penyakit itu.”
Situasi ini terus berlanjut hingga masa republik dan kekaisaran.
Rumah petak ala Romawi kuno
Rumah petak Romawi disebut insulae (pulau). Bangunan menempati seluruh blok dengan jalan yang mengalir di sekitarnya seperti air di sekitar pulau. Insulae, sering kali terdiri dari enam hingga delapan blok apartemen yang dibangun di sekitar tangga dan halaman tengah.
Apartemen ini menampung pekerja miskin yang tidak mampu membeli domus atau rumah tradisional. Tuan tanah akan menyewakan tempat paling bawah untuk pemiliki toko. “Tidak jauh berbeda dengan gedung apartemen modern,” tambah Silver.
Para ahli memperkirakan bahwa 90 hingga 95 persen populasi kota pelabuhan Ostia tinggal di insulae. Pada abad keempat Masehi, ada sekitar 45.000 insulae di Roma. Bandingkan dengan jumlah domus yang kurang dari 2.000 bangunan.
Pemilik kaya bisa menempati lantai bawah insulae
Banyak orang akan berdesakan di tempat tinggal mereka. Jika cukup beruntung untuk memiliki tempat tinggal, seseorang dapat menyewakannya. Tindakan ini biasanya menyebabkan banyak komplikasi hukum.
Apartemen—alias cenacula—di lantai bawah akan menjadi yang termudah untuk diakses dan harganya pun lebih mahal. Oleh karena itu, biasanya ditempati oleh penyewa terkaya. Sementara mereka yang lebih miskin tinggal di lantai yang lebih tinggi, di kamar kecil yang disebut cellae.
Jika Anda tinggal di lantai atas, hidup adalah perjalanan. Dalam Buku 7 dari Epigrams-nya, Martial menceritakan kisah seorang pecandu sosial yang rakus bernama Santra. Ia sering memenuhi undangan ke pesta makan malam, mengantongi makanan sebanyak yang dia bisa. “Makanan ini dibawanya pulang, naik sekitar dua ratus langkah,” kata Martial. Santra menjual makanan pada hari berikutnya untuk mendapatkan keuntungan.
Lantai ambruk
Sering kali terbuat dari bata berlapis beton, insulae biasanya terdiri dari lima lantai atau lebih. Apartemen kuno itu kadang-kadang dibangun dengan sangat serampangan, berkat pengerjaan fondasi dan bahan bangunan yang buruk. Maka tidak heran jika banyak insulae yang runtuh dan menimpa orang yang kebetulan lewat di bawahnya. Akibatnya, kaisar membatasi seberapa tinggi tuan tanah dapat membangun insulae.
Augustus membatasi ketinggian hingga 21 meter. Akan tetapi setelah Kebakaran Besar Roma pada tahun 64 Masehi, Kaisar Nero menciptakan bentuk baru untuk bangunan kota. Di depan rumah-rumah dan apartemen, dibangun serambi dengan atap datar yang dapat digunakan untuk menghalangi api. Biaya pembuatan serambi itu diperoleh dari dana pribadi sang kaisar.
Trajan kemudian menurunkan ketinggian bangunan maksimum menjadi 18 meter.
Bahaya mengintai di insulae
Pembangun seharusnya membuat dinding setebal 4 cm sehingga memberi orang banyak ruang. Namun aturan tersebut tidak ditaati. Celakanya, sebagian besar penyewa terlalu miskin untuk menuntut pemilik permukiman kumuh.
Jika tidak roboh, insulae terancam kebanjiran. Banjir adalah satu-satunya kesempatan di mana para penghuni mendapatkan air “alami”. Pasalnya, tidak ada air leding yang mengalir di apartemen kuno.
Insulae begitu tidak aman sehingga penyair Juvenal menyindir dalam satirnya, "Siapa yang takut atau pernah takut bahwa rumah mereka mungkin runtuh di pedesaan? Kami mendiami Roma yang sebagian besar ditopang oleh penyangga ramping. Karena itulah cara mencegah bangunan runtuh.”
Insulae pun sering terbakar, Juvenal menambahkan. Mereka yang berada di lantai atas akan menjadi yang terakhir mendengar peringatan.
Strabo, dalam bukunya Geography, berkomentar bahwa insulae bak lingkaran setan. Terbakar dan runtuh, dijual, kemudian rekonstruksi berikutnya dilakukan di situs yang sama, dengan cara yang sama.
Beberapa orang Romawi yang paling terkenal adalah tuan tanah dari permukiman kumuh itu. Orator dan politisi terkenal Cicero memperoleh banyak pendapatan dari menyewakan insulae yang dimilikinya. Dalam sepucuk surat kepada sahabatnya Atticus, Cicero membahas mengubah pemandian tua menjadi apartemen kecil. Ia pun berusaha mengalahkan semua orang untuk mendapatkan properti yang diinginkannya.
Marcus Licinius Crassus yang sangat kaya konon menunggu gedung-gedung terbakar—atau mungkin membakarnya sendiri. Bangunan yang terbakar biasanya dijual dengan harga murah. Orang hanya bisa bertanya-tanya apakah dia kemudian akan menaikkan sewanya.
Tampaknya, apartemen di zaman Romawi kuno memiliki kemiripan dengan zaman sekarang.
No comments:
Post a Comment